"Jangan Asapi Kami Lagi...!!!"


Tahun 2015 lalu bencana kabut asap merupakan yang terparah di Riau sepanjang yang tercatat dalam ingatan saya. Hampir 4 bulan lamanya keseluruhan daerah yang ada di Provinsi Riau diselimuti kabut asap pekat. Masyarakat Riau dan sekitarnya mau tidak mau harus menghirup udara yang terkontaminasi oleh asap dan partikel-partikel yang sangat membahayakan bagi kesehatan. Bahkan, Indeks pencemaran udara di Kota Pekanbaru yang notabene adalah Ibukota Provinsi Riau tercatat dalam level berbahaya selama beberapa hari. Angka yang ditunjukkan dalam indeks pencemaran udara tersebut sudah jauh melampaui angka yang dikategorikan dalam level berbahaya, sehingga boleh dikatakan pada saat itu bahwa udara di Kota Pekanbaru dan sekitarnya berada pada level sangat sangat dan sangaat berbahaya. Namun apa mau dikata, masyarakat harus tetap beraktifitas dalam kondisi udara yang berasap tersebut, karena kalau tidak beraktifitas dan bekerja bisa-bisa dapur yang tak berasap.

Banyak aktifitas yang terganggu bahkan lumpuh total akibat bencana asap yang menyelimuti Provinsi Riau dan sekitarnya itu. Sekolah-sekolah diliburkan sampai waktu yang cukup lama sehingga proses belajar-mengajar menjadi tertunda, bahkan ujian sekolah pun menjadi tertunda akibat asap yang tak kunjung reda selama beberapa bulan. Aktifitas penerbangan dalam beberapa bulan tersebut sering lumpuh total selama beberapa hari, sehingga sangat mempengaruhi banyak sekali bidang usaha yang terkait dan bergantung pada jasa penerbangan. Bahkan salah satu universitas ternama di Provinsi Riau harus menunda jadwal wisuda dikarenakan asap yang sangat pekat di waktu yang sudah ditetapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Di tahun 2015, masyarakat juga harus melaksanakan shalat Idul Adha di tengah-tengah kepungan asap. Sungguh kerugian yang sangat besar yang harus ditanggung masyarakat Riau, dan takkan ternilai harganya jika harus diukur dengan Rupiah.

Disamping banyaknya aktifitas yang terganggu, masalah kesehatan merupakan dampak yang sangat serius yang diakibatkan oleh kabut asap pekat tersebut. Tercatat di rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota Pekanbaru, jumlah penderita infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA) mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Bahkan, di tahun 2015 tersebut ada korban meninggal dunia akibat sesak nafas karena terlalu lama menghirup udara yang terkontaminasi asap dan partikel-partikel beracun lainnya. Selain itu, masih ada kemungkinan efek jangka panjang yang akan dirasakan oleh masyarakat Riau karena setiap tahunnya terpapar kabut asap dalam waktu yang cukup lama, terutama bagi para Balita dan anak-anak.

Tercatat sudah 18 tahun kondisi seperti ini selalu dirasakan oleh masyarakat Riau. Sudah 18 tahun generasi bangsa yang ada di Riau dibesarkan dengan mengkonsumsi asap selama beberapa bulan setiap tahunnya. Bisa dibayangkan berapa banyak racun yang menumpuk dalam tubuh selama 18 tahun ini. Kita semua pasti tidak menginginkan nantinya bangsa ini dipimpin oleh generasi-generasi pesakitan akibat setiap tahun selalu mengkonsumsi asap. Mau jadi apa nantinya negeri ini. Harus ada solusi konkrit agar masalah asap ini tidak selalu terulang dan terulang lagi.

Solusi, mungkin sudah banyak pihak-pihak yang memikirkan sebenarnya apa solusi yang dapat dilakukan guna mengentaskan  permasalahan bencana asap yang selalu berulang setiap tahun ini. Pemerintah mengklaim sudah melakukan upaya maksimal guna memadamkan kebakaran yang menjadi sumber asap, bahkan sudah mengeluarkan dana milyaran rupiah guna mendatangkan yang katanya hujan buatan untuk menyirami lahan-lahan yang terbakar. Namun, apakah pemerintah benar-benar telah menjalankan sebuah solusi yang tepat untuk masalah ini, apakah dengan menggelontorkan dana milyaran rupiah setiap tahunnya guna mengatasi kebakaran lahan bisa menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi masalah asap ini. Sementara, akar permasalahan yang sebenarnya dibiarkan saja terulang berlarut-larut, seakan-akan semua tutup mata. Berapa banyak perusahaan yang lolos begitu saja, padahal sudah terbukti secara kasat mata bahwa lahan-lahan perusahaan tersebut merupakan lahan yang terbakar dengan luasan yang sangat besar. Ratusan bahkan ribuan hektar lahan korporasi menjadi titik kebakaran yang menghasilkan asap dengan jumlah yang sangat besar, Tentu saja berdasarkan peraturan yang ada hal ini menjadi tanggung jawab dari perusahaan yang lahan nya terbakar. Apalagi jika memang pembakaran lahan dilakukan dengan sengaja untuk membersihkan lahannya dengan perhitungan biaya yang jauh lebih murah. Namun, sejauh ini belum ada penanganan maupun sanksi yang tegas terhadap kejahatan-kejahatan ini. Asap hilang, masalah pun dianggap selesai. Kalaupun tahun depan ada asap lagi, nantilah lagi dipikirkan dan dibicarakan. Setidaknya begitulah keadaannya yang saya dengar dari kawan-kawan yang memang konsen terhadap isu pembakaran lahan ini, dan keadaan seperti ini berlangsung dari dulu, sudah 18 tahun lamanya.

Berkaca dari pengalaman yang sudah 18 tahun tersebut, sudah pasti semua masyarakat Riau tidak menginginkan di tahun 2016 ini kejadian serupa terulang lagi. Rasanya sudah cukuplah kita semua menderita selama ini. Sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai kalangan yang ada di Riau agar bencana yang mengerikan ini tidak singgah lagi di Riau, tahun ini maupun tahun-tahun yang akan datang. Baru-baru ini, beberapa orang perwakilan masyarakat mengajukan gugatan ke pengadilan atas bencana asap yang selalu terjadi setiap tahunnya ini. Tidak tanggung-tanggung, pihak yang digugat adalah Presiden, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Gubernur Riau yang dianggap bertanggung jawab atas bencana asap yang selama ini dirasakan masyarakat terutama di tahun 2015 yang lalu. Tentu saja pihak yang dituntut ini bertanggung jawab atas apa yang diderita masyarakat Riau, karena mereka adalah pemangku kebijakan dan pemegang kekuasaan, apalagi dahulu ketika ingin menjabat, mereka mengatasnamakan rakyat untuk memperoleh kedudukannya saat ini. Saya pernah membaca dalam sebuah buku bahwa siapa yang mengatasnamakan rakyat, maka dia berhutang pada rakyat. Semoga perjuangan ini membuahkan hasil yang diinginkan, dan menjadi pemicu semangat perlawanan bahwa Masyarakat Riau tidak ingin diasapi lagi.

Namun memasuki musim panas di bulan maret tahun ini, masyarakat mulai was-was dan harap-harap cemas. Pasalnya, di beberapa media diberitakan bahwa titik panas (hotspot) di Provinsi Riau mengalami peningkatan. Bahkan sudah ada kebakaran lahan yang terjadi di beberapa daerah dan kabupaten di Riau. Rasanya belum genap setengah tahun Masyarakat Riau menikmati udara yang bersih bebas dari asap, dan sekarang mulai dibayang-bayangi lagi dengan kemungkinan akan kembalinya asap yang pekat itu. Tidak ada pihak yang menginginkan bencana kabut asap kembali singgah di riau, akan tetapi kenapa masih ada saja tangan-tangan jahil yang dengan sengaja membakar lahan entah untuk kepentingan apa pun itu dan entah siapapun itu. Di dalam hati, rasanya hanya mampu menjerit entah kepada siapa " Jangan Asapi Kami Lagi!!!", semoga jeritan ini didengar oleh siapapun yang mungkin berkompeten untuk mencegah agar asap tidak lagi menjadi salah satu musim yang ada di Riau. Wassalam. 










Comments

Popular posts from this blog

Wisata Lubang Kolam, Jejak Penjajahan di Bumi Kampar

Ma'awuo Ikan Danau Bokuok

Mancokau Ikan Lubuk Larangan