Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Marapi, Sumatera Barat

  

Gunung Marapi memang selalu menjadi pilihan menarik bagi para pendaki yang berada di Sumatera Barat, Riau dan daerah sekitarnya. Pesona pemandangan yang ditawarkannya menjadi alasan begitu banyak pendaki ingin menghabiskan masa liburan di gunung ini. Mulai dari pemandangan kota Bukit Tinggi yang indah di malam hari, pesona taman bunga edelweis yang sangat menawan, kawah yang masih aktif, areal bermain yang luas di puncaknya hingga suasana malam yang penuh bintang saat hari cerah, menjadi daya tarik yang membuat para pendaki tidak pernah bosan untuk kembali lagi ke Gunung ini. Setiap hari tidak kurang dari 100 pendaki melakukan pendakian ke gunung marapi, bahkan jumlah ini bisa berkali-kali lipat di hari libur.


Pendakian di mulai dari Koto Baru, Bukit Tinggi. Bagi para pendaki yang sudah berpengalaman, jalur pendakian Marapi mungkin tidak terlalu berat. Namun bagi pendaki pemula, jalur pendakian marapi termasuk ke dalam jalur yang cukup sulit dan cukup berat. Waktu pendakian normal bagi seorang pendaki berpengalaman biasanya hanya 3-5 jam. Namun bagi pendaki pemula, waktu pendakian bisa mencapai 8-10 jam, terutama bagi mereka yang tidak mempersiapkan fisik sebelum melakukan pendakian. Di awal-awal pendakian, jalur yang ditempuh cenderung landai. Namun setengah perjalanan hingga mencapai puncak, jalur pendakian berubah cukup terjal dengan kemiringan hingga 60 derajat , sehiingga tak jarang pendaki harus berpegangan pada akar-akar kayu yang ada di jalur tersebut.

Di Marapi, dan beberapa gunung lainnya yang ada di Sumatera Barat, sesama pendaki biasanya menggunakan sapaan ibuk untuk pendaki wanita dan apak untuk pendaki laki-laki. Jadi, saat melakukan pendakian di gunung marapi, sapaan ibuk dan apak akan sering di dengar saat berpapasan dengan pendaki lain.



Lokasi untuk mendirikan tenda di gunung marapi cukup banyak. Namun di hari-hari libur nasional dan libur panjang, tempat untuk mendirikan tenda akan sulit didapat, karena banyaknya pendaki yang naik. Umumnya pendaki akan mendirikan tenda di cadas, dengan alasan tidak terlalu dingin dan angin bertiup tidak terlalu kencang. Sehingga lebih aman, terutama saat terjadi badai. Namun, beberapa pendaki juga ada yang mendirikan tenda di puncak, dekat tugu ebel tasman dan di lapangan bola dengan alasan lebih nyaman dan tidak ramai.

Bagi anda yang ingin menikmati suasana tenang tanpa keributan, sebaiknya memilih lokasi tenda sedikit jauh dari kumpulan tenda-tenda pendaki lain. Beberapa pendaki di Marapi memiliki kebiasaan yang menurut saya cukup aneh. Sesama pendaki akan saling meneriaki dari tendanya masing-masing. Kata-kata yang diteriakkan oleh salah satu pendaki akan dibalas oleh pendaki lain dan ditingkahi lagi oleh pendaki lainnya. Namun sayangnya, kata-kata yang diteriakkan sering sekali berupa umpatan, ejekan bahkan sindiran yang cenderung kasar dan tidak layak di sampaikan dengan berteriak, walau sebenarnya niatnya hanya bercanda. 

 


Banyaknya pendaki yang melakukan pendakian ke Marapi terkadang menyisakan cerita yang kurang sedap. Banyak pendaki yang masih memiliki kesadaran yang rendah, sehingga meniggalkan sampah  begitu saja di bekas tempat mereka mendirikan tenda. Sampah-sampah plastik mi instant, bekas bungkus snack dan sampah kaleng bekas berserakan dan sangat mudah ditemui di Marapi. Juga sampah kertas bekas tulisan-tulisan yang ditinggalkan begitu saja setelah difoto. Banyak pendaki yang belum memiliki kesadaran untuk membawa turun sampah mereka. Sampah-sampah ini tentu saja dapat mengurangi keindahan dan keelokan Gunung Marapi. Selain sampah, kebiasan buruk lainnya yang banyak dilakukan oleh pendaki di Gunung Marapi adalah perilaku fandalisme. Banyak pendaki yang meninggalkan coretan-coretan di batu-batu gunung. Entah apa tujuannya, mereka menuliskan nama-nama dengan spidol, pilok dan alat tulis lainnya di batu tersebut.

Selain itu, tidak jarang terlihat pendaki yang memetik bunga edelweis untuk dibawa pulang. Tindakan ini tentu saja tidak dapat dibenarkan, karena berdasarkan peraturan yang berlaku, bahwa pendaki dilarang memetik bunga edelweis karena tidak sesuai dengan aturan pendakian yang berbunyi " jangan mengambil apapun selain foto". Jika satu orang pendaki memetik satu tangkai saja bunga edelweis, maka bayangkan seratus orang setiap harinya. Tentu saja hal ini dapat merusak pertumbuhan bunga abadi ini, bahkan bukan tidak mungkin dapat mematikannya.

Namun dari semua itu, yang paling tidak habis pikir adalah perilaku beberapa orang pendaki yang sangat tidak bermoral. Ada beberapa pendaki yang dengan sengaja buang air besar di jalur air. Padahal, persediaan air di Gunung Marapi tergolong cukup sulit didapatkan. Entah apa yang ada di dalam pikiran orang-orang ini, sehingga tanpa merasa bersalah mengotori sumber air yang menjadi andalan para pendaki, dengan kotoran mereka. 



 


Mendaki gunung sebaiknya menjadi pelajaran bagi kita untuk memperbaiki diri, bukan sebagai ajang untuk gagah-gagahan sehingga menimbulkan rasa sombong dan merasa diri lebih hebat. Proses yang dilalui saat melakukan pendakian seharusnya menjadikan para pendaki sebagai manusia yang beradab, saling menghargai baik kepada sesama pendaki maupun kepada alam.

Bestajunandi,
Marapi, 14-17 Juli 2016

Comments

Popular posts from this blog

Wisata Lubang Kolam, Jejak Penjajahan di Bumi Kampar

Ma'awuo Ikan Danau Bokuok

Sungai Bungo, Dusun Terpencil di Belantara Hutan Rokan Hulu Riau