Mengais Rezeki Dari Tumpukan Sampah


Postingan kali ini masih berbicara seputar persoalan sampah di ibukota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru (semoga pembaca blog ini tidak bosan). Sampah sepertinya menjadi pemandangan yang wajar saat ini bagi penduduk Kota. Sudah hampir dua bulan penduduk Pekanbaru ditemani oleh sampah yang berserakan dimana-mana, disertai aroma busuk menusuk hidung. Bisa jadi masyarakat sudah malas angkat bicara, toh tidak akan ada perubahan juga. Sudah ada yang melakukan aksi demo menuntut pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini, nyatanya sampai sekarang persoalan sampah masih jauh dari kata selesai. Berbagai alasan dikemukan oleh pihak yang seharusnya bertanggungjawab itu, mulai dari kekurangan armada dan tenaga kerja, sampai perilaku masyarakat yang terbiasa membuang sampah sembarangan dijadikan pembenaran atas situasi ini. Konon, sang gubernur juga sudah turun tangan langsung, ikut serta mengendalikan sampah yang bertumpuk-tumpuk itu. Namun, bahkan sang gubernur pun sepertinya juga kekurangan daya untuk mengentaskan persoalan ini. Nyatanya, tumpukan sampah masih saja menjadi pemandangan rutin sepanjang hari di Pekanbaru.

Dibalik carut-marutnya persoalan sampah tersebut, ada sepenggal cerita menarik yang mungkin bisa menjadi pelajaran bagi kita. Berbicara tentang tumpukan sampah ternyata bukan hanya berbicara tentang suatu hal yang kotor dan berbau busuk, sehingga kita kerap kali merasa jijik. Ada sebagian masyarakat yang menjadikan tumpukan sampah ini justru sebagai ladang rezeki bagi mereka. Pemulung. 


Akan tetapi, untuk persoalan sampah kali ini mereka bukanlah pemulung seperti halnya pemulung biasa yang menjadikan pekerjaan memulung sebagai pekerjaan utama. Pemulung yang ini adalah mereka-mereka yang menangkap ada peluang dari semakin menjamurnya tumpukan sampah di pinggir-pinggir jalanan kota. Mereka bukan hanya mencari barang-barang bekas atau karton-karton bekas yang akan dijual kepada pengepul. Lebih dari itu, mereka mengais sisa-sisa limbah rumah tangga dan limbah rumah makan yang dikumpulkan dari kantong-kantong sampah plastik ke dalam goni. Sisa-sisa makanan yang dibuang tersebut dikumpulkan untuk makanan ternak. Pemulung-pemulung ini adalah mereka yang memiliki hewan ternak babi.


Sampah dari sisa-sisa limbah rumah makan maupun usaha katering memang banyak dijumpai pada tumpukan-tumpukan sampah yang ada di Pekanbaru saat ini. Bisa jadi, limbah-limbah ini menjadi penyumbang terbesar tumpukan sampah tersebut. Tidak jarang terlihat mobil-mobil pick up menurunkan berkantong-kantong plastik sampah di pinggir jalan. Mungkin saja karena sudah membayar uang retribusi kebersihan, mereka merasa berhak membuang sampah di pinggir jalan, toh nanti akan diangkut oleh petugas kebersihan. Persoalan kapan akan diangkut, dan apakah akan mengganggu bagi orang lain, sepertinya tidak menjadi hal yang penting bagi mereka.

Namun, begitupun hal ini masih menyisakan sedikit hal positif untuk dapat dimanfaatkan. Paling tidak bagi para peternak yang memulung limbah sisa-sisa makanan tersebut. Ada sebuah ungkapan yang mungkin cocok untuk mewakili fenomena ini, ungkapan tersebut berbunyi "Sampah seseorang bisa jadi adalah harta bagi orang lain". Bagi kita, tumpukan sampah mungkin hanya sebuah pemandanagan yang sangat mengganggu. Namum bagi mereka, tumpukan sampah justru menjadi ladang rezeki.



Comments

Popular posts from this blog

Wisata Lubang Kolam, Jejak Penjajahan di Bumi Kampar

Ma'awuo Ikan Danau Bokuok

Sungai Bungo, Dusun Terpencil di Belantara Hutan Rokan Hulu Riau